Kumpulan Puisi-puisi Liris Karya Wirasatriaji

Sabtu, Maret 15, 2014
Salam Sakit dan tetap Sakit. Kali ini saya akan coba membagikan Puisi Liris yang saya buat. Semoga termasuk dalam kategori Puisi Liris. Mengapa? Pengertian Puisi Liris saat ini sudah banyak mengalami perluasan makna. Sekedar pengetahuan, mari sedikit kita kupas dulu yang dimaksud dengan Puisi Liris.

Secara umum, lirisisme itu merupakan bentuk dan ciri tulisan yang bernuansa romantis atau berhubungan dengan keindahan. Pemaknaan dasar secara umum tersebut dapat terjadi karena akar lirisisme di Indonesia, sudah kuat menopang seenjak jaman sebelum angkatan Balai Pustaka. Ciri umum lirisisme yaitu terutama menggunakan metafora yang indah dan penyampaian secara halus. Tidak menggunakan kata-kata sarkas. Inilah pemahaman dasar umum yang dimaksud dari tulisan lirisisme.

Puisi Liris


Ada artikel dari Kompas Online edisi Maret 2008, kurang lebih kutipannya begini: " ..,Afrizal Malna, yang berbicara tentang ”Mata Bahasa”, mengatakan, lirisisme merupakan mainstream dalam puisi Indonesia modern. Mainstream lirisime mengalami pembusukan oleh dirinya sendiri sebagai produk budaya lisan yang diturunkan lewat media tulisan.

"Berkembangnya seni pertunjukan pembacaan puisi sejak tahun 70-an, memperlihatkan ketegangan yang signifikan antara media lisan dan media tulisan dalam puisi. Sebagian besar penyair yang membacakan puisinya justru seperti melakukan pembunuhan atas dimensi tulisan puisi-puisinya sendiri yang dibacanya. Aspek kelisanan mengatasi aspek tulisan,” katanya.

Afrizal menduga, banyak penyair Indonesia mengalami hal di mana mainstream puisi yang menguasai cara-caranya menulis puisi, tidak bisa lagi berjalan sama dengan perkembangan intelektualitasnya dan kenyataan yang dihadapinya. Artinya, lirisisme memang pada dirinya sendiri tidak memiliki kapasitas menghadapi realitas bahasa di sekitarnya."

Perlu diketahui bahwa lirisme jika merunut dari jaman sebelum Balai Pustaka, seorang penyair yang menulis puisi Liris tentu mengalami ketegangan antara lisan dan tulisan. Mengapa? Pada masa itu Indonesia masih dijajah, untuk menulis sebuah karya merupakan hal yang hampir mustahil.

Ekspresi bersastra orang-orang pada jaman itu lebih banyak pada seni pertunjukan yang di dalamnya ada (keterampilan) berbalas pantun..dengan demikian dapat dikatakan, lirisme(dalam menulis)berasal dari sebuah ekspresi lisan(hanya merupakan asumsi yang belum dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris-ilmiah). Nah, sampai pada Angkatan 66, definisi tersebut sudah bergeser ke arah yang lebih luas lagi. Lirisisme bukan lagi eksklusif sebuah karya dengan bercirikan Melayu sebagai patokannya. Terlihat dari karya-karya Chairil Anwar yang ekspresif, yang "melenceng" jauh dari kebiasaan Melayu. Hal inilah yang menjadikannya sebagai pendobrak kesustraan Indonesia yang pertama.

Liris pada dewasa ini, secara umum lebih bersifat individual, bahkan mungkin agak egosentris, cenderung tendensius, dimana sebuah karya yang tercipta seolah merupakan "petualangan-romantisme" dari sang penulis yang eksprasif.

Itulah sedikit gambaran mengenai pengertian Puisi Liris dan Sekilas Sejarah Liris. Dan inilah Kumpulan Puisi-puisi Liris yang coba saya buat. Dengan berbekal keterbatasan kemampuan dan Imajinasi semoga ini termasuk kategori Puisi Liris.

Kumpulan Puisi-puisi Liris


Puisi Liris karya Wirasatriaji


DENGARKAN BISIK LAUTAN

Lautan kata ini cuma membisu, sayang. Ia tak tumpahkan isinya untuk kekosongan hatimu. Ia tak sentuhkan lidahnya ke jemari kakimu yang kotor oleh pasir. Tak pula mengajak bibirmu berpagut dengan dinginnya hawa yang serba sia-sia.

Tentu saja ia cuma membisu.  Sebab kau tak dengar panggilannya.

Dengarlah buih-buih pucat menyebut namamu. Berbisik sedemikian halus, mengajakmu turun dari singgasana yang tentram. Tapi hingga sedemikian jauh perjalanan kita, kau hanya mendengar gelegar petir di langit.

Dan kau pun tak kan tahu, betapa dalam lautan ini. Tidakkah kau rasa kesedihan didalamnya? Menyelamlah, sayang. Hingga ke palung-palung terkelam. Terlupakan.

Lihatlah, sayang.  Lautan ini begitu luas. Akan selalu ada tempat untuk kegelisahan kita. Sejarah itu memang terasa sentimentil dan penuh dengan hal-hal yang romantis.



BIDADARI KECIL

Di suatu ketika dalam hidupku, aku menemukan seorang bidadari kecil. Ia menangis sendiri pada tembok muram yang tergilas ratapan musim. Kulihat wajahnya sembab oleh airmata, bahunya berguncang menahan derasnya isakan, nafasnya tersendak oleh udara lembab. Suara-suara yang didengarnya kian menikam hatinya. Perlahan matahari tenggelam oleh badai airmatanya. Sayapnya yang kecil berkepak-kepak lemah. Pada gaunnya yang seindah sutra kutemukan kelembutan mendalam, juga ketidak berdayaan. Tatapnya menyiratkan kehausan.

Kutarik guratan senyumku untuknya, kukecup kening mungilnya, dalam isak tangisnya yang masih menggema. Haruskah kuberikan nyawaku untuk membuatnya bisa tersenyum lagi? Kulihat airmatanya menetes lagi. Dan kali ini jatuh ke dalam hatiku. Perih


Mencintaimu dengan Sederhana

Disini, aku mencintaimu dengan sederhana. Aku hanya ingin melihatmu terlelap, seperti bayi-bayi mungil yang kuintip di rumah sakit. Bayi-bayi yang hidupnya masih bergantung pada orang dewasa. Tangan-tangan yang mungil, kaki yang terlihat rapuh, mata yang kecil, juga tangis yang mendamaikan. Begitu manis, begitu indah, begitu suci. Mengapa mereka harus menjadi besar dan dipaksa mengikuti perputaran dunia yang semakin gila ini? Tidakkah kamu ingin menjadi bayi?


Aku sayang kamu, seperti halnya sayang orangtua pada anak-anak yang telah mereka lahirkan tanpa mau sedikitpun mengabaikan, dan ingin memberikan yang terbaik dengan cara sendiri. Menyayangimu dimana darimu aku mendapati kebahagiaan tanpa eros. Tidakkah kita ingin seperti mereka? saling mencintai dengan konsep yang agung. Memandang cinta sebagai sesuatu yang seharusnya dijalani, bukan di konsepkan dengan kebutuhan fisik dan kriteria-kriteria.



 Rindu

Kupejamkan mataku dan membayangkan hadirmu berikan hangat dan kita menyatu dalam desah nafas memburu. Candunya mengikat hasratku setiap waktu. Berbulan bahkan bertahun sudut itu selalu kita hiasi dengan canda, tawa, desah nafas kita dan kita teguk anggur dalam cawan cinta kita. Sehingga hampir saja aku membuat rumah dalam sudut yang gelap yang dindingnya masih tercium bau keringat kita. Masih terngiang di telingaku saat kautiupkan lembut kata setiamu dan kulihat terselip tulus di lipatan telingamu. Lipatan-lipatan yang sering aku ciumi saat rindu menggangguku.

Tahukah engkau apa yang kuimpikan saat ini bila aku punya banyak waktu bersamamu? Akan kuajak kau menikmati keheningan desa di lembah Cantabria. Atau sekedar memandangi langit biru di sepanjang Andalusia. Lalu menggengam tanganmu mengunjungi Granada dan Cordoba. Aku hanya ingin mencari tahu apakah keindahannya dapat menandingi apa yang selama ini kupandang dalam dirimu.



 MENCINTAIMU


Aku mencintaimu seperti danau yang tenang, juga bergelora serupa ombak di lautan. Seperti api yang membakar, juga seumpama air yang membasuh. Seperti tiupan sepoi angin, juga amukan badai

Aku mencintaimu serupa ikan yang membutuhkan air, serupa kupu-kupu yang hinggap di pucuk-pucuk bunga, seperti gelap yang menggantikan terang, seperti matahari yang tak pernah padam.

Aku mencintaimu di tengah keramaian, juga dalam pelukan sepi. Aku mencintaimu ketika pagi dan malam, juga ketika hari hujan, ketika menit terpecah menjadi detik. Bahkan diantaranya, aku selalu mencintaimu.




 UNTUK NYAI-KU

Aku duduk untuk Nyaiku, karena malamnya engkau datang dalam setengah pejam, setampah gambar-gambar, setumpuk perkamen, seonggok sunyi, dan sebaris kata rindu pada perempuan yang berdiri di ujung senja melambai-lambaikan pelepah pucat, memanggil-manggil teriak kesenyapan dalam fajar tempatku berdiri.

Tak mungkin kau berlari lalui terik menumpang angin dan tak mungkin aku memotong jalan kiri-kanan.

Aku duduk untuk Nyaiku yang merapal mantra kerinduan menanti genggaman tanganku yang tergelepar di pecut rindu-rindu menggelegar.

Aku duduk disini untuk Nyaiku. Karena aku rindu lembutmu, rindu sayangmu, rindu belaimu, memanjakanku di atas pangkuan keibuanmu. Usap kesadaranku, dendangkan lagu hidup, getarkan jiwa manjaku, sandarkan segala resah mendesah-desah, berikan satu titik akhir petualangan cinta, satu titik akhir, karena engkau bisa menghitung langkahku.

Salam Rindu untuk Nyaiku 



"Selamat Siang Perempuan Kecilku"

Selamat siang perempuan kecilku, aku rindu padamu.
Di sela-sela kertas, kedap-kedip monitor, alunan Tonberry (Aku nggak tahu sekarang band ini masih ada atau enggak), dan gemeritik terbakarnya tembakau menetak sketsa wajahmu. Tampak wajahmu kala asap mulai mengepul kemudian menghilang ditelan exhaust ruanganku. Namun tiada bosan kucipta dan terus kucipta sketsa wajahmu. Mungkin karena aku mencintaimu atau sekedar sayang padamu. Lalu kutinggalkan ruangan yang penuh aroma imperialisme-kapitalisme. Kau tahu aku benci ini, namun belum juga aku bisa memerdekakan diri.


Lihat Juga Puisi Kontemporer Wirasatiaji


Mungkin cukup segitu dulu Puisi Liris yang belum tentu Liris, semoga bisa menjadi inspirasi anda. Salam Sakit dan Tetap Sakit.



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.