Antara Bencana dan Keimanan

Sabtu, Januari 25, 2014
alisakit.com - Judul diatas sudah seperti judul essay para spiritualis atau ulama yang menulis kolom di koran populer di negeri ini. Tapi kalian harus aware jika tulisan ini tidak ditulis oleh mereka, melainkan oleh lelaki yang nggak jelas keimanannya dan sedang rapuh.

Lebih dari dua tahun saya hidup di kota Kretek(Kudus) ini. Di sebelah kost saya ini ada masjid. Saya sering pergi ke masjid karena kebiasaan dari kecil memang orangtua mengajarkan sholat wajib diusahakan berjama'ah di masjid. Seminggu sekali, sehabis shalat magrib akan ada ceramah singkat sebelum shalat isya. Beberapa kali saya tetap tabah mengikutinya meski sesungguhnya saya malas mendengar ceramah model dogma begitu.

Dan malam ini, seorang penceramah menjelma menjadi Tuhan. Di mimbar dia mengatakan Kota Kudus terkena bencana banjir dan longsor alasannya banyaknya orang melakukan dosa di kota suci(kudus=suci) tempat wali, lalu datanglah bencana ini sebagai bentuk azab karena keserakahan. Inilah opini terbodoh yang pernah saya dengar dari ulama paling tolol di belahan muka bumi ini. Waktu itu saya sudah gatal kepingin mendebatnya, tetapi mengingat itu masjid dan saya juga malas bikin kontroversi, maka saya diamkan saja, dan saya keluar dari pengajian. Padahal saya ingin sekali mengatakan; sayang, dosa apa yang orang Kudus lakukan makanya dibikin banjir dan longsor hmm? Barangkali karena kamu mendadak jadi Tuhan yang berhak menghakimi sebuah daerah yang kena bencana, bukannya simpati malah mencela.

Tapi dasar masyarakatnya yang juga mendadak religius gara-gara bencana, ya masjid selalu rame karena menganggap sholat meredakan banjir. Tapi tak mengapa masjid ramenya cuma banjir, daripada sepi selamanya

Saya percaya setiap gerakan yang terjadi di muka bumi ini memiliki pesan untuk kita yang menghuni, tetapi tidak dengan itu kita langsung mencari korelasi linear antara bencana dengan dosa dan menjadi Tuhan baru yang mengklaim itu adalah azab dan mencari kesalahan siapa yang menjadikan datangnya azab. Tidak bisakah kita bicara dengan diri sendiri dalam keheningan saja dan terus hidup normal seperti biasa, dan yang lebih perlu membantu apa yang bisa dilakukan untuk orang-orang yang memerlukan uluran tangan kita tanpa mengolok-olok oranglain atau sesiapa yang dituduh pendosa dan penyebab azab bencana?

Jangan heranlah kalau sekarang orang menjadi percaya Tuhan tetapi tidak memilih satu agamapun sebab ulama-ulama sesat yang berkeliaran di masjid-masjid itu yang membikinnya jadi begitu. Tuhan jadi tampak menakutkan, padaNya hanya ada azab, hanya ada surga dan neraka, hitam dan putih, seolah kita sedang berada dalam gallery dan tengah melihat lukisan paling realis di dunia yang tidak lagi menyediakan ruang tafsir bagi kita untuk mencari bentuk berTuhan dan menjalankan perintahNya dengan penuh keilkhlasan(meski saya juga belum bisa setingkat itu).

Si iblis Raam Punjabi dan kronikroninya juga ikut andil membentuk logika paradigma azab bodoh ini dengan sinetronnya yang bertema agama yang melulu bermuara pada azab dunia yang membuat Tuhan menjelma menjadi monster. Sadarkan orang-orang kalau penulis skenario sinetron model begini tidak melakukan riset yang sahih sebelum menulis? Parahnya, adakah yang tahu bahwa sutradaranya diimpor dari India, tidak bisa berbahasa Indonesia dan sama sekali bukan muslim.

Saya ingat, ketika sebuah Stasiun Televisi memberitakan Kudus Banjir dan longsor, ibu saya langsung menelpon dan menanyakan keadaan saya, waktu itu saya sedang bersama orang-orang untuk membantu evakuasi orang yang sedang sakit untuk dibawa ke tempat aman karena tanggul akan jebol. Dan alangkah indahnya pemandangan itu, orang-orang berkumpul di depan masjid meneriakkan nama Tuhan.  Dan saya menjawab telepon ibu saya dengan santai; aku baik-baik aja, mak.

alisakit


Dan di sini mendadak orang menjadi sangat religius. Memang begitu adanya, tiba-tiba orang menjadi religius, masjid dipenuhi orang yang shalat (tumben), tetapi saya yakin jika banjir sudah surut, masjid bakal kosong lagi. Kalau Tuhan membuat bencana untuk membuat kita teringat sama dia dan pergi ke masjid, alangkah salah caranya sebab terbukti tidak efektif. Dan alangkah salah pemikiran kita jika demikian, sebab Tuhan tidak pernah salah, Dia maha Adil dan maha benar. Yang perlu dipikirkan adalah kesadaran pemerintahnya membuat tata kota dan bangunan yang ramah dan cukup untuk penyerapan air saat musim hujan menjelang sehingga tidak banjir.

Semoga kesadaran itu segera ada. Kesadaran pemerintah kota, dan juga kesadaran masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama tanpa menunggu bencana.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.