Aku Benci Stasiun

Rabu, September 12, 2012
Harusnya aku bilang begini; "aku benci stasiun."

Stasiun,  kata itu baru saja aku temukan dari status sosial media seorang kawan hingga menggingatkanku akan sebuah perjalanan. Dulu, aku seringkali datang ke stasiun tanpa berbuat apapun selain duduk, dan menikmati pemandangan lalulalang orang yang hendak menaiki kereta, ataupun orang-orang yang turun. Tidak sedang menjemput seseorang atau menunggu kereta tujuan tertentu datang. Aku cuma duduk, lalu membiarkan diri melarut dalam suasana, atmosfer dan nuansa aura tempat ini. Tentu bukan jenis perasaan yang bisa aku dapatkan saat berada di bandara, terminal. Mengapa stasiun? apakah karena ini tempat dimana orang berpisah dan bertemu? Seberapa banyak pertemuan, sebanyak itulah perpisahan. Mengapa harus stasiun, dimana kenangan akan selalu muncul dan terasa nyata.

Kususun kembali kepingan-kepingan itu. Stasiun Gambir, dimana kamu sempat pergi tanpa pamit dan aku tidak berhasil mengejarmu. Stasiun Tanah Abang, dimana kamu jatuh sakit, dan aku tidak ada di sampingmu. Stasiun Jatinegara, dimana aku tak menjemputmu, karena aku salah stasiun. Stasiun Kota, dimana aku terlambat menyusulmu dan kamu sudah naik bajaj. Stasiun Senen, dimana aku menunggu seharian dan kamu tak benar-benar datang. Stasiun Kota (lagi), dimana kamu menemuiku bersama kekasih barumu.



Aku ingin sekali pergi ke kotamu menaiki kereta, sembari mencatat nama-nama stasiun di sepanjang perjalanannya. Maaf atas segala ketidakindahan bersamaku. Terlalu banyak hal yang tak mudah aku sampaikan. Terlalu banyak hal yang tak pernah benar-benar kudengarkan. Hingga saat ini aku masih sering berfikir untuk kembali menghubungimu. Bagaimana jika aku kirimkan surat? Bagaimana jika aku mencari tahu nomor ponselmu lalu menghubungimu? Bagaimana jika aku kirim pesan ke social mediamu?  Ah, nyatanya hanya ada ribuan "bagaimana" lainnya yang tak pernah mampu kulakukan, tak mampu mengucapkan yang seharusnya. Mungkin ini sebabnya bayanganmu muncul di stasiun. Setelah sekian lama, sekian stasiun, sekian perjalanan, sekian persilangan, sekian patahan, kau tak pernah benar-benar datang. 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.